Paguyuban BPD Kabupaten Blora Sikapi Surat Edaran Bupati Terkait Pelarangan

NASIONAL41 Dilihat

BLORA, INFODESANEWS – Ketua Paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Blora mensikapi Pelarangan Kepala desa, perangkat desa, anggota BPD, Direksi dan Dewan Pengawas BUMD menjadi penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah tahun ini oleh Pemkab Blora menuai poliemik. Larangan ini, dituangkan dalam Surat Edaran(SE) bupati nomor 14/0167. Yaitu tentang ketentuan pendaftaran PPK, PPS dan KPPS bagi kepala desa, perangkat desa, anggota BPBD.

Selain melarang sebagai penyelenggara Pilkada, SE tersebut juga menyebutkan untuk ASN/P3K, Pegawai/Gru Non ASN DAN karyawan BUMD di Kabupaten Blora harus mendapatkan ijin atasan langsung. Apabila melanggar, akan diberikan saksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. SE ini dikeluarkan agar kepala desa, kepala desa, perangkat desa dan BPD bisa bersifat netral dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 mendatang. Dengan dikeluarkannya SE ini, maka SE Bupati Blora nomor 279.4/0088 tanggal 13 Januari, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Baca juga –>https://blora.bromohosting.com/akhirnya-bupati-mengabulkan-bpd-dan-perangkat-desa-menjadi-peyelenggara-pemilu/

Ketua Paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Blora, Dhori, mengungkapkan, pelarangan Perangkat Desa(Parades) dan BPD untuk menjadi penitia Pemilu baik Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK), Panitia Pemungutan Suara(PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara(KPPS) merupakan bentuk pembatasan hak setiap warga Negara. Yaitu untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemilu.

“Dengan dalih netralitas untuk BPD dan perangkat desa, tetapi melupakan bahwa PNS dan GTT tidak terpikirkan bahwa mereka juga harus netral, tetapi diizinkan dengan izin atasan,” terangnya.

Dia mengaku, saat ini baru menyusun rencana untuk menyatukan pendapat diantara BPD Se-Kabupaten Blora. Mulai dari mengadakan pendekatan kepada DPRD untuk meminta petunjuk langkah-langkah yang harus ditempuh. Guna menuntuk hak BPD yang sudah direnggut dengan terbitnya SE dari Sekda. Dhori mengaku, masih berkeinginan untuk daftar PPK. Bahkan sudah mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan.

“Keinginan tetap ada. Sebab sebagian dari kami, sudah ada yang mempersiapkan persyaratan. Bahkan saya sudah mengurus surat keterangan kesehatan dan sudah buat permohonan izin kepada bupati. Tetapi ketika mau saya ajukan, tidak ada intansi yang mau menerima surat permohonan yang saya buat,” ucapnya.

Menurutnya, saat ke Setda, dari biro hukum tidak bisa menjawab. Karena belum ada intruksi dari Sekda. Begitu juga saat ke PMD, juga tidak ada petugas yang menerima surat permohonan tersebut.

“Saya mengajukan ijin dulu sehari sebelum terbit SE kedua, 17 Januari 2020 yang lalu. Waktu itu saya sendiri. Tapi, Kalau memang prosedurnya saya harus mengajukan ijin langsung kepada bupati, saya siap mengirimkan surat permohonan izin kepada pak bupati,” tegasnya.

Dia bersama teman-teman lainnya masih berharap SE pelarangan Parades dan BPD bisa dicabut. Sehingga tidak perlu ijin bupati. Seingga akan mempermudah dalam proses pendaftaran. Dhori menegaskan, saat ini harapannya untuk bisa ikut andil dan berpartisipasi dalam kegiatan pemilu pupus sudah. Sebab secara jelas dan gamblang tidak diijinkan bupati Djoko Nugroho melalui SE tanggal 17 Januari yang lalu.

“Intruksinya tidak boleh. Ya tidak jadi saya ajukan (ijin bupati) Apakah nani BPD berani nabrak SE tersebut, Dhoni mengaku belum memahami regulasi antara kekuatan SE sebagai dasar hokum. “Yang dikawatirkan ketika BPD tetap mendaftar diri jadi penyelenggara Pemilu, akan menjadi btu sandungan dalam proses seleski. Percuma sudah berusaha, belajar dan mengikuti tes, tetapi di benturkan dengan aturan yang tidak membolehkan,”tegasnya.

Dipihak lain Kabag Hukum Setda Blora, Bondan Arsiyanti, mengaku, SE merupakan kebijakan administratif yang dikeluarkan oleh bupati sebagai petunjuk atau arahan terkait sikap tindak yang perlu dilakukan. Agar terdapat kesamaan sikap dalam menghadapi keadaan yang perlu disikapi dan ditindaklanjuti.

Dia menambahkan, Pelarangan BPD dan Perades sebagai penyelenggara Pemilu dimaksudkan agar BPD dan Perades bisa lebih fokus dalam menjalankan tugasnya. Yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan desa.

“Sanksinya juga sifatnya adminitratif. Bisa lisan, bisa tertulis,” tegasnya.***Red