Jokowi Ingatkan, Persaingan Politik Jangan Merusak

INFODESA18 Dilihat

JAKARTA, INFODESANEWS – Saat memberikan orasi ilmiah dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Kampus UKI, Jakarta Timur, Senin, (15/10), Presiden Joko Widodo mengingatkan sebuah pesan moral yang disampaikannya dalam pidato di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali, belum lama ini.

“Pesan moral yang saya sampaikan saat itu adalah konfrontasi dan perselisihan akan mengakibatkan penderitaan, bukan hanya bagi yang kalah, namun juga bagi yang menang,” ujarnya.

Ia kembali menyebut, perhelatan ekonomi dan politik dunia saat ini diwarnai oleh pertarungan antar kekuatan besar. Perebutan kekuasaan dan persaingan antar kekuatan besar itu bagaikan roda besar yang berputar seperti siklus kehidupan.

“Satu negara elite tengah berjaya, sementara negara lain mengalami kemunduran dan kehancuran,” ucapnya.

Namun, di balik persaingan tersebut, sesungguhnya terdapat ancaman besar yang luput dari perhatian bersama. Presiden bahkan menyebut ancaman itu jauh lebih besar dari yang diperkirakan.

“Misalnya perubahan iklim dan menurunnya ekonomi global,” kata Presiden.

Dirinya berujar bahwa kekalahan atau kemenangan yang dihasilkan dalam sebuah peperangan atau persaingan akan selalu sama: menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi kedua pihak.

“Tidak boleh melakukan kerusakan hanya untuk menghasilkan sebuah kemenangan. Tidak ada artinya kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran. Itulah pesan moral yang saya sampaikan,” ujarnya.

Lanjutnya, “Pesan moral yang saya sampaikan pada pidato di Bali, tidak hanya relevan disampaikan kepada pemimpin dunia saat ini. Tetapi juga dapat kita sampaikan kepada masyarakat, kepada pemimpin-pemimpin kita di dalam negeri, terutama elite-elite yang sedang memperjuangkan kepentingannya,” kata Kepala Negara.

Presiden mengakui, dalam tahun politik masyarakat dan para tokoh politik akan ikut terlibat dalam pesta demokrasi.

Meski demikian, Presiden mengingatkan agar rivalitas (persaingan) politik tidak bersifat destruktif.

“Rivalitas dibangun di atas fondasi yang tidak saling menjatuhkan. Kontestasi tidak boleh menimbulkan kegaduhan dan permusuhan, kebencian, kedengkian, tidak saling mencela, dan tidak harus saling memfitnah,” tuturnya.

Contoh persaingan yang damai di masa Orde Lama. Coba kita lihat Bapak Johannes Leimena dan Bapak Mohammad Natsir. Meskipun mereka berasal dari partai yang berbeda, Partai Kristen Indonesia dan Partai Masyumi, tetapi mereka sangat bersahabat,” ujar Jokowi.

Keteladanan serupa itulah yang harus kita teruskan di masa kini sebagai fondasi bangsa dalam menghadapi tantangan seperti ketidakpastian global, terorisme, dan radikalisme.(Yus)