Sosok aktivis yang dikenal sederhana ini juga mengutarakan jika perbuatan MYSB dinilai telah memenuhi unsur-unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka dalam pengusutan kasus dugaan tipikor dana hibah KONI Provinsi Lampung tahun 2020.
“Dalam laporan penggunaan dana hibah KONI Provinsi Lampung terdapat penggunaan dana hibah sebesar Rp. 2.233.340.500,- (dua milyar dua ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus empat puluh ribu lima ratus rupiah) yang dialokasikan untuk pembayaran insentif satuan tugas (Satgas) yang dibentuk dengan surat keputusan ketua umum KONI Provinsi Lampung diantaranya surat keputusan (SK) ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 53 tahun 2019 tanggal 11 Desember, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 6 tahun 2020 tanggal 29 Januari 2020, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 9 tahun 2020 tanggal 29 Januari 2020, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 42 tahun 2020 tanggal 12 Mei 2020, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 47 tahun 2020 tanggal 1 Juli 2020, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 63 tahun 2020 tanggal 28 September 2020, SK ketua umum KONI Provinsi Lampung nomor 64 tahun 2020 tanggal 13 November 2020 yang semua SK tersebut ditandatangani langsung oleh MYSB.
Maka berdasarkan peristiwa hukum tersebut patut dinilai bahwa ketua umum KONI Provinsi Lampung yaitu MYSB memiliki peran strategis dan patut bertanggungjawab (pleger) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran belanja hibah KONI Provinsi Lampung tahun 2020, dengan pertimbangan yang disandarkan pada teori individualisasi yakni teori yang dalam usahanya mencari faktor penyebab dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor yang ada atau terdapat setelah perbuatan dilakukan, dengan kata lain setelah peristiwa itu beserta akibatnya benar-benar terjadi secara konkret (post factum). Dengan terbitnya SK ketua umum KONI Provinsi Lampung menjadi faktor yang paling dominan atau paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat yaitu kerugian keuangan negara/daerah”, terang Seno Aji.
Seno Aji juga menyatakan dengan terbitnya SK ketua umum KONI Provinsi Lampung merupakan perbuatan yang patut menjadi kriteria menunjukan masalah yang melekat dalam skema hukum dari klasifikasi tindak pidana korupsi, sehingga telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (de wederrechtelijkheid), adanya bentuk kesalahan (schuldform) yang berupa kesengajaan dan culpa (fahrlassigkeit), tak ada alasan penghapus kesalahan (keinen schuldausschiesungsgrunde) dan kemampuan bertanggungjawab (zurechnungsfahig).
“Terbitnya surat keputusan ketua umum KONI Provinsi Lampung yang ditandatangani MYSB sebagai fakta peristiwa dan juga menjadi alat pembuktian bahwa perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut, dalam hal ini berlaku asas tiada pidana tanpa kesalahan (nulla poena sine culpa) sebagaimana dirumuskan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-undang kekuasaan kehakiman (UU nomor 48 tahun 2009) menyatakan tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Selain itu SK tersebut dapat diinterprestasikan sebagai suatu keputusan yang dibuat oleh pimpinan organisasi atau lembaga pemerintah berkaitan dengan kebijakan organisasi atau lembaga tersebut. Dengan terbitnya sejumlah SK dari ketua umum KONI Provinsi Lampung telah berdampak dan mengakibatkan pada pengeluaran kas oleh bendahara pengeluaran KONI Provinsi Lampung dan berakibat pada kerugian keuangan negara pada pembayaran insentif Satgas sebesar Rp. 2.233.340.500,- (dua milyar dua ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus empat puluh ribu lima ratus rupiah)”, kata Seno Aji.